Benarkah PAN dan PKS Panas? berebut jadi cawapres Prabowo di Pilpres 2019

INDONESIA KITA POST (IKP)
Skenario pasangan Capres-Cawapres untuk pilpres 2019, memasuki babak baru. Masing-masing Capres yakni Jokowi dan Prabowo sudah menyatakan kesiapannya. Tinggal menunggu siapakh cawapres yang akan dipilih.

Menanggapi hal itu, Deputy Institute for Transformation Studies (Intrans), Endang Tirtana menilai, fase pemilihan cawapres ini  tentu sangat penting dan menentukan, pasalnya, terkait dengan kepentingan yang disepakati partai koalisi lainnya.
"Tinggal menebak siapakah nama yang akan dipilih masing-masing Capres untuk menjadi Cawapres pendamping. Kriterianya jelas, figur harus mampu memberikan efek peningkatan elektabilitas tehadap Capres," ujar Endang kepada JawaPos.com, Minggu (15/4).
Endang berpendapat, dibandingkan dengan kubu Prabowo, koalisi Jokowi diperkorakan akan membutuhkan butuh waktu lebih banyak untuk menentukan Cawapres. Hal ini lantaran gemuknya postur koalisi, sehingga banyak nama calon pendamping yang berharap bisa dijadikan cawapres.
"Ini tentu akan menyulitkan Koalisi Jokowi mencapai kata mufakat. Sementara Gerindra atau Parabowo Subianto hanya membutuhkan persetujuan dua Parpol pendukung utama yakni PAN dan PKS," ujar Endang.
Namun, menurut Endang, persoalan kubu Prabowo adalah soal mengerasnya kompetisi antara PKS dan PAN yang dalam persentasi kursi DPR RI, relatif seimbang.
Dimana PKS dengan jumlah 40 yang artinya bernilsi 7.4 persen kursi, sementara PAN sedikit lebih tinggi dengan bermodalkan 47 kursi atau setara dengan 8,6 persen.
Gerindra yang sudah memiliki modal dukungan pencalonan sebesar 13 persen kursi di DPR RI, sebenarnya tinggal membutuhkan 7 persen dukungan kursi untuk resmi maju sebagai Capres pada Pilpres 2019 mendatang.

"Dari ukuran kursi, baik PKS maupun PAN tentu saja memiliki posisi yang sama kuat untuk mengajukan Cawapres pendamping Prabowo dalam Pilrpres 2019 mendatang," tuturnya.
Namun, lanjut Endang, PKS lebih dulu memahami posisinya sebagai partai oposisi yang sangat kecil untuk di Pinang Jokowi, sehingga partai di bawah komando Sohibul Iman itu, buru-buru merilis 9 cawapres dari internal partainya.
"Majelis Syuro PKS sebenarnya sudah lebih dulu membaca bakal kerasnya gesekan di internal koalisi ini sebelum Prabowo dipastikan maju. Tentu itu sinyal PKS tentu menginginkan posisi Cawapres," paparnya.
Menurut Endang, PKS agak sedikit bermain api padahal tidak mudah 'menggertak' seorang Prabowo, apalagi skenario dua partai hampir pasti.
Artinya, lanjut Endang, yang harus dilakukan PKS sebenarnya bukanlah menggertak Gerindra dan Prabowo, tapi melakukan persuasi dan meyakinkan Prabowo bahwa calon yang didorong oleh PKS akan melengkapi apa yang belum dimiliki oleh Gerindra.
Beda dengan PKS, Endang mengatakan nampaknya PAN lebih menahan diri untuk berbicara mengenai Cawapres yang akan diajukan mendampingi Prabowo. Terlihat dari gelagat Zulkifli Hasan, Ketua Umum PAN yang selalu menghindari memberi pernyataan mengenai apakah PAN akan mendorong namanya menjadi Cawapres Prabowo.

"Padahal jika dihitung, sosok Zulkifli Hasan memiliki semua kriteria untuk mendampingi Prabowo," ujar Endang.
Menurutnya, bagaimanapun PAN tidak bisa dilepaskan dari nama Muhammadiyah sebagai salah satu Ormas Islam terbesar di Indonesia. Belum lagi sosok Amin Rais yang kini muncul kembali dengan kritikan-kritikan kepada Jokowi.
"Kehadiran Amin Rais tentu bisa dijadikan salah satu faktor pendongkrak elektabilitas. Nama besar, karakter oposisi sejati, latar belakang jaringan Muhammadiyah merupakan faktor penguat untuk elektabilitas Prabowo," ujar Endang.
Dibandingkan dengan PKS, menurut Endang, Zulkifli Hasan dan PAN jauh lebih menguntungkan Prabowo dalam hal nama Cawapres. Dibanding menggandeng PKS dengan resiko ditinggalkan PAN.
"Posisi Zulkifli Hasan sebagai Ketua MPR juga bakal menguatkan ekektabilitas Prabowo, plus dukungan dari Amien Rais yang tentu masih memiliki basis pendukung setia di Muhammadiyah," ujar Endang. ini tentu berbeda jika Prabowo akan mengusung nama lain diluar PKS dan PAN.
Namun, dengan sangat terbatasnya ruang koalisi akibat syarat 20 persen dukungan kursi, maka PKS dan PAN pasti akan mencoba untuk mendapatkan tiket Cawapres dari Prabowo. " Tinggal kita tunggu siapa cawapres Prabowo, dari kedua partai itu atau dari luar," pungkasnya.
dikutip dari : berbagai sumber internet

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pernyataan Amien Rais soal Jokowi Otoriter Tak Berdasarkan Fakta

Mobil Pembawa Uang ATM BCA Nusa Dua Dirampok, Terdengar Suara ‘Dor’

PEMERIKSAAN POS I DIINTENSIFKAN, ANTISIPASI PENYELUNDUPAN MIRAS